Beberapa waktu yang
lalu, saya berada di tengah perbincangan para ibu pemilik warung makan di
seputaran Rumah Sakit Sardjito, Yogyakarta.
Sebelum pandemi COVID -19, omzet mereka bisa sampai jutaan per bulan
dengan pendapatan terbesar dari penjualan air panas. Maklum, Sardjito adalah
rumah sakit besar di Yogyakarta sehingga banyak pasien yang dirawat di
dalamnya. Keluarga pasien yang menunggu pasti membutuhkan air untuk minum.
Biasanya mereka membawa termos sendiri dari rumah, dan diisi ulang di
warung-warung seputaran rumah sakit. Semenjak pandemi, pendapatan para pedagang sekitar RS Sardjito menurun drastis. Ibu-ibu warung tadi bahkan mengatakan, kadang tidak sampai seratus lima puluh ribu sebulan. Peraturan pembatasan sosial menyebabkan pengunjung dan penunggu pasien dibatasi. Inilah yang menyebabkan menurunnya
pendapatan para pedagang.
Pedagang Sardjito hanyalah sebagian contoh dari mereka
yang terdampak perekonomiannya. Secara global, seluruh dunia pun terdampak
karena krisis berkepanjangan. Banyaknya pemutusan hubungan kerja otomatis
membuat daya beli menurun.
Dalam
channel YouTube Kompas Bisnis, diungkapkan bahwa resesi terjadi sejak April
hingga September 2020, dan kini yang harus dihadapi adalah berusaha bangkit
dari resesi.
Resesi boleh saja terjadi, tetapi hidup juga masih harus terus berjalan. Keluarga tetap butuh makan, dan anak-anak tetap butuh biaya sekolah. Oleh karenanya yang harus kita lakukan adalah mengendalikan pengeluaran dan belanja sesuai kebutuhan. Jika ingin bangkit resesi adalah kita harus bisa memenuhi kebutuhan saat ini, namun tetap terkendali. Gunanya adalah agar bisa memanfaatkan peluang mendapatkan pertumbuhan di masa depan. Kemampuan bertahan hidup sangatlah diperlukan dalam saat-saat seperti ini.
Baca juga : Meningkatkan Literasi Keuangan bagi Ibu Rumah Tangga
Mengendalikan Pengeluaran
Konsumsi
keluarga tidak mungkin kita stop, tapi bisa dikendalikan. Pengeluaran keluarga
yang harus terjadi adalah bahan makanan pokok, listrik, air, telpon, dan pulsa
atau kuota. Jika benar-benar keuangan mepet, fokus pada hal ini saja. Misalnya saat keadaan normal, keluarga biasa
makan dengan daging dan ikan. Pada saat bangkit dari resesi ini, kendalikan dan
kombinasikan menu keluarga dengan protein nabati dari tahu dan tempe yang lebih
ekonomis.
Melirik Peluang Usaha
Di
sisi lain, ada peluang yang terbuka untuk alternative menambah pemasukan. Misalnya
peluang usaha UMKM. Pengeluaran pada belanja dapur bisa terbantu dengan mencoba
menanam sayuran sendiri di rumah. Selain lebih sehat, juga bisa menghemat
pengeluaran. Ada seorang teman yang selama WFH memanfaatkan waktunya untuk
belajar hidroponik. Ternyata berhasil. Tidak saja mampu mencukupi kebutuhan
sayuran dalam rumah tangganya, namun teman ini bisa mendapat penghasilan
tambahan dari berjualan sayur organik. Apalagi di masa pandemi ini, makanan
yang sehat dan organik dipercaya
menguatkan system imun. Konsumennya banyak dan laris manis. Seorang teman yang lain,karena dirumahkan oleh
perusahaannya, dia menekuni usaha kue. Usaha kuenya belum begitu maju dan pendapatannya
tidak sebesar saat masih menjadi
karyawan, namun saat ini dia bahagia bekerja sesuai hobi masa kecilnya.
Belanja Sesuai Kebutuhan
Situasi
krisis ekonomi saat ini agak berbeda dengan krisis di beberapa waktu sebelumnya
karena harga-harga tidak mengalami lonjakan yang signifikan. Namun daya beli lah yang menurun. Oleh
karenanya harus pintar dalam berbelanja. Misalnya membatasi belanja pada
kebutuhan pokok saja. Kebutuhan sekunder apalagi tersier, minggir dulu, deh! Daftar belanja bulanan keluarga bisa membantu
memetakan kebutuhan mana yang benar-benar harus ada seperti sembako dan
kebutuhan yang bisa ditunda seperti berbelanja baju. Prinsip “dahulukan kebutuhan daripada
keinginan” harus benar-benar dipakai.
Kata
Eros Djarot , badai pasti berlalu. Selama badai terjadi kita harus kuat agar
tidak hancur di dalamnya. Berlindung dan bertahan di tempat aman sampai saatnya
matahari akan bersinar lagi dan kita bisa melompat lebih tinggi. Ah, itu sih, potongan lirik lagu! Pokoknya kita tidak boleh berhenti berharap. Selalu ada harapan untuk masa depan yang lebih baik.
Tulisan ini Diikutsertakan dalam 30 Days Writing Challenge Sahabat Hosting
Be First to Post Comment !
Posting Komentar
Terimakasih sudah berkunjung, semoga bermanfaat