Pernah
nonton kartun atau baca komik Crayon Shincan? Bocah beralis tebal yang
kocak ini memiliki teman bernama Nene
Sakurada. Dalam versi Indonesia namanya dikenal dengan Nana. Yang menarik adalah, ibunya Nene memiliki
kebiasaan unik dalam mengelola emosi. Karakter Mama Nene digambarkan sebagai ibu muda yang cantik, lemah lembut,
penyayang, dan suka memasak. Namun, setiap kali marah (biasanya karena
kenakalan Shincan), dia menjadi sosok
yang benar-benar berbeda. Dia akan menyendiri, mengeluarkan boneka kelinci
raksasa, dan memukul si boneka dengan “heboh”nya untuk melampiaskan emosi. Serasa familier ya, dengan kehidupan di dunia
nyata? Atau bahkan kita sendiri pernah melakukannya?
Ini, Mama Nene dengan boneka kelincinya
Pelampiasan
emosi ala Mama Nene ini disebut katarsis. Dikutip dari sehatq.com, katarsis berasal dari istilah Yunani yang
menggambarkan pembersihan. Katarsis dikaitkan dengan menghilangkan hal negatif
dalam diri, misalnya stres, kecemasan, kemarahan, atau ketakutan yang
berlebihan. Dengan katarsis dapat tercapai kesehatan mental yang diinginkan.
Dokter
Aisyah Dahlan pernah menyampaikan dalam ceramahnya, ada tiga tipe manajemen
emosi. Kesemuanya berujung pada katarsis atau pembersihan tersebut. Berikut
adalah 3 tipe tersebut :
1.
Supresif
Mereka
yang supresif akan memendam emosinya. Diam dan tidak meledak-ledak. Tipe ini
baik untuk lingkungan sekitar karena pribadi supresif dikenal “tidak ngamukan”.
Namun merugikan bagi diri pribadi jika terlalu banyak menyimpan masalah dan dipendam
sendiri.
2.
Ekspresif
Setiap
marah akan meledak-ledak. Bahkan mengamuk. Orang yang ekspresif, karena lepas
semua uneg-uneg dan kemarahannya, cenderung menjadi lebih sehat mentalnya tapi
kurang baik bagi lingkungannya.
3.
Releasing
Mengeluarkan
emosi tapi pelan-pelan. Tidak sekaligus meledak. Tipe ketiga ini baik bagi diri
sendiri dan lingkungan.
Perlu latihan dan kematangan pribadi seseorang
dalam mengelola emosinya. Anak kecil misalnya, akan cenderung ekspresif. Kita bisa mencoba beberapa contoh teknik
katarsis berikut ini agar bisa mengelola emosi, terutama emosi negatif, dengan
lebih baik. Gampang, kok!
Olahraga
Melakukan
olahraga minimal 30 menit perhari mampu meningkatkan kesehatan mental. Hormon endorphin
yang keluar saat berolahraga akan menimbulkan perasaan senang. Selain itu,
dengan aktivitas fisik bisa membuat kita mampu membersihkan perasaan atau
emosi-emosi negatif yang tersimpan. Manfaat kesehatan fisik dan mental akan
Anda rasakan bila berolahraga secara rutin dalam jangka panjang.
Memainkan atau Mendengarkan Musik
Musik
telah lama dikenal orang sebagai pelampiasan emosi secara positif. Pernah
dengar orang yang menyanyi keras-keras bahkan sampai menangis, namun sesudahnya
merasa jauh lebih lega? Inilah alasan mengapa anak-anak muda cenderung menyukai
musik heavy metal atau rock yang hingar bingar. Bisa bebas berteriak-teriak mengikuti
lagu dan musiknya. Memang, musik bisa melepaskan stress secara efektif.
Tidak hanya musik “cadas”, namun irama atau lirik lagu slow pun bisa meredakan
emosi. Penelitian menunjukkan mendengarkan musik mempengaruhi respon terhadap
stress terutama pada saraf otonom. Mendengarkan musik meditatif secara spesifik
bahkan dapat menenangkan pikiran dan memicu relaksasi.
Memukul Samsak
Ini
cara katarsis yang dipilih Mama Nene seperti dalam cerita di atas. Lebih baik
memukul samsak dong, daripada memukul barang atau orang. Ya, kan? Dengan
memukul samsak sekuat mungkin, akan keluar kemarahan-kemarahan yang ada,
terwakilkan pada si samsak. Bahkan, memukul samsak secara teratur seperti dalam latihan olahraga tinju, justru
bisa mengalihkan fokus dari stress dan beban mental yang dirasakan. Siapa tahu,
bisa menjadi atlet tinju pula!
Menulis
Katarsis
yang bersifat terapi adalah menulis. Banyak psikolog yang meminta pasiennya
untuk menulis jurnal. Menuliskan kejadian atau pengalaman yang dilalui pada
tiap harinya. Berekspresi lewat tulisan mampu melepaskan beban mental yang tak
bisa terucapkan. Bisa jadi orang yang tidak ekspresif dalam bercerita secara
langsung, akan lebih gamblang menjelaskan
lewat bahasa tulisan. Coba tengok linimasa Anda, banyak kan, yang curhat online
melalui media sosial? Sebenarnya ini
adalah katarsis. Dengan melampiaskan kekesalannya lewat omelan panjang di
status WhatsApp misalnya, seseorang akan merasa lebih plong. Apalagi jika mendapat dukungan berupa komentar-komentar
positif dari netizen.
Saya
bahkan pernah menemui postingan seorang teman di IG dan FB (biasanya diposting
bersamaan), dia selalu curhat secara runtut, mendayu-dayu, dan menggelitik
emosi para pembaca. Saya sarankan menuliskan semua curhatannya dalam sebuah
blog atau bahkan dibukukan. Jawabnya : “haduuh…, aku tuh nggak bisa nulisss”.
Lha, terus yang setiap hari diupload itu apa, dong!
Selain
menulis jurnal di blog pribadi atau buku harian, nampaknya saat ini media
sosial bisa menjadi buku harian yang bisa dibaca publik. Melampiaskan emosi lewat
tulisan bisa pula berupa puisi atau lirik lagu.
Berdzikir atau meditasi
Dalam
agama Islam, diajarkan cara meredakan emosi secara singkat yaitu beristighfar.
Pengucapan kata “astaghfirullah hal adziim”, akan mengeluarkan karbondioksida
dan menarik oksigen ke otak. Melafazkan istighfar dengan benar dipercaya
menarik oksigen 5 liter ke dalam otak. Dengan adanya oksigen yang masuk otak,
menimbulkan perasaan yang lebih tenang dan meredam amarah. Demikian pula dengan
teknik olah nafas meditasi. Selain itu duduk saat marah lebih baik daripada
berdiri. Dianjurkan pula untuk membasuh muka atau berwudhu agar lebih
menenangkan amarah.
Emosi adalah bagian dari manusia. Tanpa emosi, itu sih, robot. Namun, bersedihlah seperlunya, bahagia secukupnya, dan bersyukurlah sebanyak-banyaknya”. Kalimat ini terasa pas untuk diterapkan dalam manajemen pengelolaan emosi. Segala sesuatu yang berlebihan jatuhnya tidak baik, kecuali berlebihan bersyukur pada Sang Pencipta.
Tulisan ini diikutsertakan dalam 30 Days Writing Challenge Sahabat Hosting
Gambar dari Pixabay
:D
BalasHapusUntuk katarsis, aku ya menulis, main piano, dan shalat serta dzikir. Ga punya boneka buat diantemin...Kadang masak kue juga jadi katarsis. Haha...Ntar udah mateng dimakan deh dng nikmat...
BalasHapusnah positif banget mbak Hani, sekaligus menyenangkan orang lain ya kuenya bisa dibagi bagi ..hehehe
BalasHapusNah bener nih, namanya manusia pasti ada sedih, senangnya, wajar. Tapi memang harus seperlunya aja biar naik-turun kehidupan juga gak terlalu berat. Saya lagi suka nonton sama dengerin musik karena lagi gak punya stok buku baru. Itu sudah lumayan membantu buat saya.
BalasHapusRasanya setiap orang akan mengalami rasa sedih, kesal atau senang. Tergantung masing-masing orang untuk menghilangkan energi negatif tersebut, tapi kayaknya kurang bijak kalau sampai diumbar di medsos ya...
BalasHapusWaaaah, baru tahu istilahnya Katarsis.
BalasHapusIya, dari dulu selalu kagum dengan Mamanya Nene. Sejengkel-jengkelnya prilaku Sinchan, dia selalu dapat mengendalikan emosi dengan memukul boneka kelincinya. Beda banget sama aku yg tipe Supresif, namun ternyata tidak baik efeknya untuk diri sendiri, tulisannya bagus deh mba. Terimakasih yaa..
Wah, kartasis ya namanya yang dilakukan ibunya Sinchan...hm bisa juga buat penyaliuran emosi ya
BalasHapusKalau aku nulis dan denger musik. Pengin sih punya samsak, karena saat pandemi temenku beli samsak dan dia pukulin untuk kluarin emosi eh bonusnya jadi seger badannya.